Kamis, 22 Juni 2017

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Resume 2)


Siapakah anak yang menderita ketidakmampuan itu????

     Kurang lebih 11% anak dari usia 6 sampai 17 tahun di Amerika Serikat mendapatkan pendidikan atau pelayanan yang khusus.
Istilah dari ketidakmampuan (disability) dan cacat (handicap) dapat dipakai bersama-sama, namun kini kedua istilah tersebut telah di bedakan. Disability adalah keterbatasan fungsi yang membatasi kemampuan seseorang, sedangkan handicap adalah kondisi yang dinisbahkan pada seseorang yang menderita ketidakmampuan. Kondisi tersebut boleh jadi disebabkan oleh masyarakat, lingkungan fisik atau sikap orang itu sendiri (Lewis, 2002).
     Para pendidik lebih sering menggunakan istilah "children with disabilities" (anak yang menderita gangguan atau ketidakmampuan) daripada "disabled children" (anak cacat). Tujuannya adalah memberikan penekanan pada anaknya, bukan pada cacat atau ketidakmampuannya. Anak-anak yang menderita ketidakmampuan juga tidak lagi disebut sebagai "handicapped" (penyandang cacat), walaupun istilah handicapping condition masih digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan hambatan belajar dan hambatan fungsi dari seseorang yang mengalami ketidakmampuan.
      Kita dapat mengelompokkan ketidakmampuan dan gangguan (disorder) tersebut sebagai berikut:
  • Gangguan organ indera (sensory)
  • Gangguan fisik
  • Retardasi mental
  • Gangguan bicara dan bahasa
  • Gangguan belajar (learning disorder)
Gangguan Indera: Mencakup gangguan atau kerusakan penglihatan dan pendengaran
  • Gangguan Penglihatan: Jika kita melihat anak murid yang sering memicingkan matanya, membaca buku dengan jarak yang terlalu dekat, sering mengucek-ucek matanya dan sering mengeluh karena pandangannya kabur atau suram, maka dari itu dapat kita beri tahu untuk segera memeriksa matanya. Kebanyakan dari mereka diminta untuk memakai kacamata. Ada beberapa anak murid yaitu sekita 1 dari 1000 anak murid menderita gangguan visual yang serius dan dikategorikan penglihatannya rusak. Ini termasuk murid yang menderita low vision dan murid buta. Anak-anak yang menderita low vision mempunyai jarak pandang antara 20/70 dan 20/200 (pada skala Snellen dimana angka normalnya adalah 20/20) apabila dibantu oleh lensa korektif. Anak yang low vision dapat membaca buku dengan huruf yang besar-besar atau dengan bantuan kaca pembesar. Anak yang buta secara edukasional tidak bisa menggunakan penglihatan mereka untuk belajar dan harus menggunakan pendengaran dan setuhan untuk belajar. Banyak anak buta mempunyai suatu kecerdasan normal dan berprestasi secara akademik apabila mereka diberi dukungan dan bantuan belajar yang baik. Namun, multiple blind disabilities bukan hal yang aneh dalam diri anak murid yang tergolong educationally blind. Anak murid yang menderita bermacam-macam ketidakmampuan ini sering kali membutuhkan berbagai jenis bantuan untuk memenuhi pendidikan mereka. 
  • Gangguan Pendengaran: Gangguan pendengaran dapat menyulitkan proses belajar anak. Anak yang tuli secara lahir atau menderita tuli pada saat masih anak-anak biasanya lemah dalam kemampuan berbicara dan bahasanya. Biasanya anak yang mengalami gangguan pendengaran anak tersebut menempelkan telinganya ke speaker, sering minta untuk mengulangi penjelasan, tidak mengikuti perintah, sering mengeluh sakit di telinga serta merasa dingin dan juga alergi. Banyak anak yang memiliki masalah pada pendengaran mendapatkan pengajaran tambahan diluar kelas yang biasanya. Pendekatan pendidikan untuk membantu anak yang mempunyai masalah pada pendengaran terdiri dari dua kategori yaitu pendekatan oral dan pendekatan manual. Pendekatan oral antara lain menggunakan metode membaca gerak bibir, speech reading (menggunakan alat visual untuk mengajar membaca) dan sejenisnya. Pendekatan manual antara lain menggunakan bahasa isyarat dan mengeja jari (finger spelling). Bahasa isyarat adalah sistem gerakan tangan yang melambangkan kata sedangkan pengejaan jari adalah "mengeja" setiap kata dengan menandai setiap huruf dari satu kata. Pendekatan oral dan pendekatan manual dipakai bersama untuk mengajar anak murid yang mengalami gangguan pada pendengaran (Hallahann & Kauffman, 2000).
Berikut ini adalah jenis-jenis SLB:
  1. SLB A: Tuna Netra (3-7 tahun, tidak lebih dari 14 tahun)
  2. SLB B: Tuna Rungu (5-11 tahun)
  3. SLB C: Tuna Grahita (Retardasi Mental). IQ: 50-70, C1= IQ: 25-50 (Ringan)
  4. SLB D: Tuna Daksa (cacat fisik). D1= IQ<Normal
  5. SLB E: Tuna Laras (mengalami kesulitan menyesuaikan diri atau pernah melakukan kejahatan, usia 6-18 tahun).
Gangguan Fisik: Mencakup gangguan ortopedik (celebral palsy) yaitu cedera di otak dan gangguan kejang-kejang
  • Gangguan Ortopedik: Biasanya berupa keterbatasan gerak atau kurang mampu mengontrol gerak karena ada masalah pada otot, tulang dan sendi. Celebral palsy adalah lemahnya koordinasi otor, dan tubuh sangat goyah atau bicaranya tidak jelas.
  • Gangguan Kejang-kejang: Biasanya dijumpai adalah epilepsi, yaitu gangguan saraf yang biasanya ditandai dengan serangan terhadap sensorimotor.
Retardasi Mental: Kondisi dimana sebelum usia 18 tahun yang ditandai dengam rendahnya kecerdasan (IQ dibawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari.

Gangguan Bicara dan Bahasa: Mencakup gangguan artikulasi, gangguan suara, gangguan kefasihan dan gangguan bahasa
  • Gangguan Artikulasi: Masalah dalam melafalkan suara secara benar.
  • Gangguan Suara: Gangguan dalam menghasilkan ucapan yaitu ucapan yang keras, kencang, terlalu tinggi atau rendah nadanya.
  • Gangguan Kefasihan: Biasany disebut gagap.
  • Gangguan Bahasa: Kerusakan signifikan dalam bahasa reseptif atau bahasa ekspresif anak.
Ketidakmampuan Belajar (learning disability): Ketidakmampuan dimana anak intelejensinya        normal atau rata-rata, kesulita dalam satu atau lebih mata pelajaran, tidak punya masalah atau gangguan lain seperti retardasi mental yang menyebabkan kesulitan.





Sekian dulu yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat ☺

0 komentar:

Posting Komentar